expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Minggu, 29 Agustus 2010

Ada Apa Dengan Laut Kita?

Himawan Membentang di garis khatulistiwa,perairan laut indonesia menopang anekakehidupan hayati. Lautan tropis seluas 5,8 juta km2 (kilometer persegi) menutupi hampir 70 persen dari sekitar 7,8 juta km2 wilayah Indonesia. Samudera raya itu bersentuhan langsung dengan 17.480 pulau dengan panjang garis pantainya mencapai 95.186 km, dan merupakan garis pantai terpanjang keempat di dunia setelah Kanada, Amerika Serikat, dan Rusia.

Pada kedalamannya, laut Indonesia memendam hamparan terumbu karang yang ditempati lebih dari 500 spesies dari 70 genus terumbu karang.Taman air dangkal ini membentuk relung-relung ekologi yang didiami ratusan ikan karang, alga, crustacea, moluska, mamalia, dan reptilia laut. Komunitas biota laut dan terumbu karang ini berpadu membentuk surga bawah laut yang indah.

Indonesia berada pada peringkat kedua yang memiliki terumbu karang terluas di dunia setelah Australia dan merupakan pusat segitiga terumbu karang dunia yang dikenal dengan istilah “The Coral Triangle” yang merupakan kawasan dengan tingkat keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. The Coral Triangle tersebut meliputi enam negara yaitu Malaysia, Philipina, Timor Leste, Papua Nugini, Indonesia, dan Kepulauan Solomon. Posisi ini tentunya membuat terumbu karang Indonesia menjadi lebih penting, karena disamping menjadi sumber penghidupan masyarakat Indonesia juga bagi dunia.

Sayangnya terumbu karang mulai terancam kelestariannya karena berbagai masalah pencemaran dan cara penangkapan ikan yang merusak terumbu karang. Kerusakan terumbu karang terbesar disebabkan oleh penangkapan ikan dengan menggunakan bom ikan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Oseanografi LIPI, bahan peledak 0,5 kilogram bila diledakkan pada dasar terumbu karang menyebabkan matinya ikan yang berada di dalamnya sampai radius 10 meter dari pusat ledakan. Adapun terumbu karang yang hancur sama sekali sampai radius tiga meter dari pusat ledakan. Ledakan bom tersebut menyebabkan terjadinya degradasi ekosistem terumbu karang yang telah teridentifikasi sejak tahun 1990-an. Hasil penelitian Pusat Penelitian Oseanografi LIPI tahun 2006 menunjukkan bahwa kondisi terumbu karang yang sangat baik hanya tinggal 5,23%, baik 24,26%, cukup 37,34% dan yang kurang baik atau rusak sebesar 33,17%. Kondisi yang lebih menghawatirkan dibandingkan data pada tahun 2005 dimana yang sangat baik masih tercatat sebesar 5,8%, baik 25,7% dan kurang baik atau rusak sebesar 31,9%.

Kerusakan itu menghilangkan peluang ekonomi pariwisata senilai 3.000 hingga 500.000 dollar AS per kilometer persegi. Sebaliknya, jika terumbu karang rusak diperlukan dana besar untuk pemulihannya dan memakan waktu yang lama hingga 50 tahun.
Salah satu usaha pengembangan wilayah pesisir yang asli bagi pariwisata dan rekreasi adalah pembentukan Taman Nasional Laut (TNL) dan Taman Wisata Alam Laut (TWAL) yang memadukan usaha perlindungan dan pelestarian sumber daya alam dengan kepariwisataan. Saat ini Indonesia memiliki 7 Taman Nasional Laut dan 18 Taman Wisata Alam Laut Keberadaan TNL dan TWAL tersebut menciptakan lapangan kerja baru bagi masyarakat sekitar, sehingga pendapatan dan kesejahteraan masyarakat meningkat. Masyarakat dapat bekerja sebagai pemandu wisata, pedagang, dan pembuat cinderamata. Selain itu masyarakat juga dapat mendirikan fasilitas – fasilitas pendukung pariwisata, seperti cottage, gedung pertemuan, sarana transportasi, bar, bungalow, restoran, toko, tempat berkemah, hingga pengelolaan diving centre di kawasan TNL dan TWAL. Selain itu, dengan penetapan kawasan TNL nelayan berharap bisa dengan leluasa melakukan penangkapan, penangkaran ataupun budidaya ikan perairan laut. Karena salah satu zona dari tiga zona pembagian kawasan itu ditetapkan sebagai Zona Pemanfaatan Intensif (kawasan yang diperbolehkan untuk dimanfaatkan berbagai keperluan seperti pembangunan cottage, pariwisata, serta budidaya perikanan). Sedangkan, dua zona lainnya masing-masing ditetapkan sebagai Zona Inti (kawasan yang harus dilindungi dan diamankan kelestariannya untuk kepentingan penelitian) dan Zona Pemanfaatan Tradisional (kawasan yang diperbolehkan bagi nelayan lokal untuk memanfaatkan sumber daya alamnya seperti penangkapan ikan secara tradisional). 
Laut adalah masa depan. Demikian Bung Karno sejak dulu selalu mengucapkan. Dengan wilayah yang 73 % terdiri dari laut dan sisanya 27 % daratan kita menolak konsep Hukum Internasional – yang diakui saat itu – tentang batas teritori suatu Negara hanya sampai 3 mil dari garis pantai. Tidak cocok untuk Negara kepulauan. Ini berarti kapal asing boleh dengan bebas melayari laut yang memisahkan pulau-pulau tersebut.
Sampai kemudian lahir konsep wawasan Nusantara yang dideklarasikan Perdana Menteri Juanda pada tahun 1957. Deklarasi ini menyatakan kepada dunia bahwa laut Indonesia adalah termasuk laut sekitar, di antara dan di dalam kepulauan Indonesia menjadi satu kesatuan wilayah NKRI.

Deklarasi akhirnya diterima sebagai bagian dari konvensi Hukum Laut PBB tahun 1982.
Universitas Patimura dibangun dengan kekuatan riset perikanannya. Namun laut kita tetap bukan milik kita. Sampai sekarang. Tetap saja pelaut Philipina, Cina, Taiwan, Thailand seenaknya menguras isi laut kita. Jepang membangun pabrik pengolahan ikan terapung yang kapal kapalnya berlayar jauh sampai laut Arafura.

Konferensi Kelautan Dunia di Manado yang dihadiri 6 kepala Negara dan utusan khusus dari Amerika dan Australia, harus menjadi titik kesadaran kita tentang bagaimana melestarikan laut sebagai pemasok nilai ekonomis kehidupan bangsa. Seperempat terumbu karang dunia terletak di Indonesia, dengan kekayaan hayati yang luar biasa.
Bahkan di kawasan Papua, masih banyak jenis jenis ikan dan biota laut yang belum teridentifikasi. Bisa jadi kelak tak pernah terkuak tabir ini, karena keburu punah, seiring dengan rusaknya ekosistem terumbu karang.

Jauh sebelum penyelenggaraan World Oceanic Conference, Presiden SBY mengajak sejumlah pemimpin dunia tentang gagasan membentuk Coral Triangle Initiative on Coral Reefs, Fisheries and Food Security.
Coral Triangle adalah sebuah wilayah yang terbentang dari Filipina, Indonesia, Malaysia, Papua Nuigini, Kepulauan Salomon,Timor Leste dan Australia. Bentangan seluas 5,7 km persegi disebut segi tiga terumbu karang dunia.
 

Wilayah ini memiliki 80 % jenis koral di dunia, dan tak kurang 140 juta manusia tergantung hidupnya pada Coral Triangle. Sebagai pemasok sumber makanan dan tempat mata pencaharian pada laut seperti pariwasata, dan perikanan.
Penangkapan ikan dengan bom dan racun potas, polusi, sampai reklamasi pantai tanpa amdal menjadi penyebab utama semakin habisnya terumbu karang di Indonesia.
Lucunya, Manado sebagai tempat penyelenggara Konperensi ini adalah sebuah kota yang dengan terstruktur melakukan reklamasi pantai di depannya. Kalau dulu kita bisa berjalan jalan di boulevard sambil memandang laut lepas dan gunung tua. Kini pemandangan itu tertutup oleh Mall, gedung gedung dan ruko.
Reklamasi adalah cara yang paling murah dalam mendapatkan lahan yang kelak dijual oleh Pemda kepada investor.
Menurut penelitian, di kawasan Bunaken dan manado Tua, sekitar 40 % terumbu karangnya sudah rusak atau mati. Selain akibat kenaikan suhu laut akibat pemanasan global, sampah dan pencemaran dari kota Manado menjadi salah satu sumber perusakan.
Terumbu karang sebagai tempat hidup biota laut – yang usianya mencapai lebih dari 240 juta tahun – menjadikan sebagai ekosistem paling kompleks di muka bumi. Kita tak perlu marinir untuk menjaga ekosistem bawah laut. Kita semua yang harus peduli . Karena terumbu karang ini bukan warisan dari nenek moyang kita. Ini adalah peninggalan yang harus dijaga untuk anak cucu kita.
Kita tentu tidak mau membayangkan ramalan bahwa tahun 2050 terumbu karang dunia akan punah jika tidak ada usaha nyata pencegahan dan konservasi.
Apa jadinya dunia tanpa sumber hayati laut ? Kiamat. Siapa tahu.
Belajarlah sebagaimana lautan kata orang, dalamnya itu mencerimankan bagaimana kedalaman ilmu kita yang bisa menguasai banyak bidang sebagai bekal dalam hidup, dan luaskan hati kita seluas lautan yang seakan tanpa batas, karena keluasan hati itulah yang menyebabkan kita akan selalu berjalan dalam kaidah kebenaran, karena semua dari luasnya hati kita yang bersih, menjadi orang selalu tenang, sabar, bijaksana dengan budi pekerti yang luhur. Marah dan kejengkelan kita jadikanlah seperti ombak yang menerpa batu sehingga membuat femonena indahnya batu karang, bukannya sedasyat gelombang tsunami, gelombang laut yang menerpa batu karang, ia akan membuat sebuah ukiran alam yang sangat indah adalah sebuah pelajaran, untuk menjadikan amarah kita sebagai sesuatu yang berwarna indah, bukan kehancuran dari dasyatnya gelombang.
Dan kita bisa menyaksikan bagaimana lautan itu bisa menghidupi makhluk laut mulai dari yang sebesar plankton sampai dengan yang sebesar ikan paus, itulah sebuah prinsip kehidupan dimana hendaknya kita bisa menjadi orang yang bisa diterima dengan baik disemua kondisi dengan beraneka ragam sifat manusia, asinnya air laut menjadi sebuah pedoman hidup untuk teguh pendirian dalam menegakkan prinsip hidup kita, bagaimanapun air laut dicampur dengan air tawar, ia tetap menjadi identitasnya sebagai air yang asin dengan jadi air payau.
Itulah pelajaran kehidupan yang bisa kita dapatkan dari sebuah filosofi alam dari sebuah bentuk keagungan ilahi dari lautan, semoga bisa menjadi pelajaran hidup kita.
:maho:maho


 JALESVEVA JAYAMAHE!!